Sebelum menjadi murid pertama di SMAN Rao, saya bersekolah di SMPN Panti (bertempat di Pegang Baru) sebagai murid angkatan ke-2 (1978-1981). Kenangan yang masih teringat sewaktu di SMP itu antara lain:
- Kami terpaksa belajar 3,5 tahun baru bisa tamat karena di periode itu terjadi pergeseran awal tahun ajaran dari Januari ke Juli, sehingga waktu untuk belajar ditambah 6 bulan lagi (tentu saja dengan tetap membayar uang SPP). Waktu itu tidak terpikir untuk memprotes, kami hanya menerima dengan sabar (atau setengah sabar setengah terpaksa). Ketika berita perubahan awal tahun ajaran tersebut diumumkan oleh kepala sekolah, teman-teman menanggapi dengan suara 'huuuuu.......' yang riuh sekali. Tapi hanya sekedar itu, lalu senyap.
- Kenangan lain yang juga berkesan adalah tentang bagaimana kami pulang-pergi ke sekolah tiap hari. Enam bulan pertama, saya bersama seorang teman kost di Pasar Panti, yang jaraknya ke sekolah kurang-lebih 3 km. Kami sering jalan kaki pergi dan pulang sekolah karena tidak punya uang untuk ongkos oplet (padahal ongkos oplet dari Panti ke Pegang Baru di tahun 1978 itu cuma Rp 25,- (dua puluh lima rupiah) untuk dua orang.
- Memasuki semester II, teman-teman dari kampung mulai berani naik sepeda menempuh hutan Cagar Alam Rimba Panti yang terkenal angker itu. Maka saya pun ikut bergabung dalam konvoi sepeda tiap hari. Sepeda satu-satunya milik Ayah adalah sepeda batang yang untuk ukuran kaki saya waktu itu masih 'ketinggian'. Saya tidak bisa mendayung dari atas tempat duduknya yang terbuah dari kulit itu, melainkan dari atas batang besinya yang bulat dan teramat keras itu. Semua celana saya robek di bagian pangkal paha kanan karena terkikis oleh batang sepeda tersebut dan bagian batang sepeda yang saya duduki sambil mendayung itu jadi mengkilat. Jarak dari kampung saya (Tanjungmedan) ke sekolah itu 12,5 km, jadi pp 25 km tiap hari.
Ketika tamat SMP di tahun 1981, SMA terdekat waktu itu adalah SMAN Lubuksikaping yang berjarak 21 km dari kampung. Dengan semangat tinggi walaupun uang pas-pasan, saya mendaftarkan diri ke SMA tersebut. Saya sangat berharap dapat bersekolah di SMAN Lubuksikaping itu karena ingin merasakan tinggal di 'kota kabupaten'. Namun saya harus kecewa berat pada hari pertama sekolah. Di papan pengumuman tertulis di kertas bahwa nama-nama berikut ini, yang berasal dari SMP Panti dan SMP Rao, ditempatkan di lokal jauh (filial) Rao. Begitulah asal mulanya kenapa saya jadi murid pertama di SMAN Rao, yang dua tahun pertama itu statusnya tetap 'SMAN Lubuksikaping di Rao'. Berbekal gedung semi-permanen bekas sekolah pesantren dengan tiga ruang belajar, kami pun mulai menekuni pelajaran setiap hari. Saya lihat gedung bersejarah itu masih ada sampai sekarang. Letaknya di Kampung Tongah, Rao. Salah seorang teman seangkatan saya, namanya Maisyaroh, rumah orang tuanya persis di belakang sekolah tersebut. Juga Latifah, rumahnya cukup dekat dari sekolah, arah ke selatannya. Berikut beberapa kenangan yang masih melekat di otak tentang SMAN Rao: